Malas itu Candu | PK
Malas itu Candu | PK - Baiklah disini saya akan menjelaskan serta sharing kepada teman-teman dengan melanjutkan Pembahasan kemarin yaitu tentang Psikologi Kemalasan terkait Pembelajaran Motivasi Diri. Pada saat ini saya akan membahas tentang MALAS SEBAGAI RAJANYA KETIDAKSUKSESAN pada bagian Malas Itu "Candu"!. Langsung saja simak penjelasannya dibawah ini.
Malas itu "Candu"!
Malas itu racun...!
Racun yang menyenangkan...!
Ketika dipuja dan dipuji, malas malah besar hati
Peminatnya pun makin tidak peduli akan diri
Rasa ingin terus menggak air keruh berupa kemalasan
semakin tidak terkendali
(Azam Syukur Rahmatullah, 2007)
Mendengar kata candu, saya jadi ingat beberapa perpaduan dua kata lainnya, yakni bang suaramu candu, kamu nanyaak, kamu bertanya-tanyaak rawr :v (Dilan KW) maaf canda yah teman-teman,
lanjut...
yakni candu asmara, candu sekolah, candu belajar, dan candu narkotika. Dan (sebenarnya) masih banyak perpaduan kata lainnya yang menggunakan kata candu.
Dari atas bisa dilihat ternyata kata candu tidak identik dengan hal-hal yang negatif saja. Kata candu juga bisa menunjukkan perihal kepositifan suatu amal, suatu perbuatan. Dengan demikian pada substansinya, tidak ada yang salah dengan yang namanya candu. Tidak ada yang keliru dengan yang namanya candu. Yang salah dan keliru dengan yang namanya candu. Yang salah dan keliru adalah berbagai hal atau kegiatan yang mengiringi kata candu.
Ketika suatu amal yang mengiringi kata candu itu tidak mengarah kepada ranah al-birr atau ranah kebaikan contohnya candu narkoba, candu seks, candu gambar-gambar porno dan lain sebagainya, maka mau tidak mau candu itu pun ikut terbawa ke arah negatif. Dan ketika suatu amal itu lebih baik mengarah atau membawa pada ranah yang hasanah (baik) contohnya candu membaca, candu menulis, candu berbahasa asing maka mau tidak mau pun candu dalam posisi aman, bebas dari kesia-siaan.
Pada substansinya memang berbeda antara candu yang beraliran hasanah (candu yang baik) dengan candu yang beraliran sayyiah (candu yang kurang atau bahkan tidak baik) keduanya memiliki karakter berbeda, yang di antaranya adalah:
1. Karakteristik candu yang beraliran sayyiah
a. Menarik madharat dan menghindarkan maslahat
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa candu beraliran sayyiah benar-benar lebih mengarahkan kepada kemudharatan anehnya, yang demikian bukannya dihindari tetapi malah dicari sedangkan kemaslahatan yang seharusnya dijadikan tujuan utama malah dideportasi.
Hal yang demikian tentu saja berbanding terbalik dengan tujuan ajaran dan pengalaman nilai-nilai keislaman dan saya yakin untuk agama-agama lain pun pastilah mengedepankan kemaslahatan.
Tujuan Islam itu sendiri adalah mewujudkan kebaikan (kemaslahatan) dalam hidup manusia, perseorangan maupun sosial baik secara jasmani, materiil maupun spiritual dunia maupun akhirat. (Ahmad Azhar Basyir, 1991)
Karena itulah semua kegiatan individu apapun bentuk kegiatan nya idealnya haruslah mampu menarik kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan. Bukannya sebaliknya menarik kemudharatan dan menhindarkan kemaslahatan. Dalam surat Al-Baqarah ayat 195 diterangkan dengan begitu gemblang bahwa Janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.
Demikian pula terdapatnya hadis riwayat Ahmad dan Ibn Majah dari Ibnu Abbas yang mengajarkan Janganlah membahayakan dirimu dan jangan pula membahayakan orang lain.
Dalam qaidah Ushuliyah (kaidah Ushul Fiqih) juga ditegaskan bahwa Kemudharatan itu harus dihilangkan Prof. Asjmuni Abdurrahman dalam karyanya berjudul Qawa'id Fiqhiyah menerangkan maksud qaidah tersebut tiada lain adalah bahwa manfaat dan kegunaan sesuatu yang dihargai adalah yang tidak terdapat kemudharatan terutama yang dilarang syara' (yang dalam prinsip syara' mudharat itu haruslah dihilangkan dan tidak boleh dibiarkan). Sesuatu yang mengandung manfaat lebih dan dimungkinkan membawa kepada kebaikan ke depan itu haruslah dipertahankan, tidak boleh dihilangkan.
Melihat dari uraian di atas kemudian merujuk kepada point kemalasan, maka sudah dipastikan bahwa kemalasan-kemalasan yang tidak wajar alias kemalasan yang tidak berdasar dan dilebih-lebihkan mengandung unsur kemudharatan bukan kemaslahatan. Karenanya haruslah segera disingkarkan sebelum menjiwa dan sulit untuk diobati. Candu kemalasan itu bukanlah candu yang pantas untuk dipertahankan kedudukannya di dalam nafs. Candu kemalasan bukanlah candu yang pantas diposisikan sebagai candu yang terhormat. Tetapi lebih pantas diposisikan sebagai candu yang mencerminkan krisis tanggung jawab diri.
b. Pelan namun pasti mengikis kecerdasan kognisi, emosi dan psikomotor
Salah satu karakter yang berbahaya dari candu sayyiah seperti candu pornografi, candu pornoaksi, dan candu-candu lainnya adalah menipisnya kecerdasan kognisi, emosi dan psikomotor. TIga kecerdasan yang seharusnya tetap diunggulkan bukan disirnakan.
Kecerdasan kognisi itu sendiri identik dengan IQ (kecerdasan intelektual). Kecerdasan yang bersumber dari akal. Dalam kitab al'Mawsu'at al Falsafiyyah al'Arabiyyah karya Ma'an Zidadat dipaparkan bahwa akal itu memeiliki arti al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-nahi (melarang), al-hajr (menahan) dan al-man'u (mencegah). Dari kesemua arti secara etimologis tersebut menunjukkan dengan tegas bahwa akal itu adalah sesuatu yang sifatnya melarang, menahan dan mencegah.
Sedangkan arti akal secara luas tentulah sudah bisa ditebak yakni suatu alat yang urgen dari seorang manusia yang dengannya seharusnya seseorang mampu mencegah, melarang, dan menahan diri dari hal-hal yang kurang atau bahkan sama sekali tidak bertanggung jawab, yang hanya akan menghasilkan suatu (hasil) perbuatan negatif-pasif.
DR. Abdul Mujib dalam karyanya Kepribadian dalam Psikologi Islam menyatakan bahwa kecerdasan akal itu terletak di dua tempat yakni :
- Akal jasmani, yaitu organ tubuh yang letaknya berada di kepala. Akal ini sering kali diartikan sebagai otak.
- Akal ruhani, yaitu cahaya (al-nur) ruhani, qalbi dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan dan kognisi.
Dua akal di atas baru dikatakan cerdas manakala keduanya mampu berjalan dengan harmonis untuk sama-sama menolak hal-hal yang tidak selaras dengan ketentuan syar'i hal-hal yang tidak memberikan banyak faidah bagi diri-sendiri dan pihak-pihak lain, serta hal-hal yang tidak produktif.
Selama dua akal di atas masih bersahabat dengan hal-hal mengundang musharat dan tidak sejalan dengan syar'i maka sudah dipastikan akal yang dimiliki belum menunjukkan tanda-tanda kecerdasan. Atau masih dalam status pengikisan kecerdasan akal (kognisi).
Termasuk salah satunya yang sedang dibahas ini yakni candu kemalasan. Jelas sekali bahwa candu kemalasan baik disadari atau tidak akan mengikis kecerdasan akal. Karena yang ada di dalamnya hanyalah bagaimana saya itu bisa santai selamanya, tanpa harus diributkan dengan urusan-urusan yang membuat ketidaknyamanan diri. Bagaimana agar saya bisa bebeas dari membaca buku, sekolah, kerja, dan sebagainya.
Jika hal negatif tersebut terus dikembangkan, secara otomatis akal tidak berpedan. Akal tidak diberdayakan. Dan kemudian sampailah pada titik krisis kecerdasan akal. Inilah hal yang paling ditakut-kan dan sewajibnyalah untuk segera dihijaukan.
Sedangkan kecerdasan yang terkikis selanjutnya adalah kecerdasan emosi (kecerdasan perasaan/hati). Jeanne Segal dalam karnyanya berjudul "Meningkatkan Kecerdasan Emosional, Pedoman Praktis Program Untuk Memperkuat Naluri dan Emosi anda" menyatakan bahwa akar kata emosi adalah kata lian motere yang artinya bergerak. Dengan bahasa lain bahwa emosi ini memiliki sifat membebaskan yakni membebaskan dari kemandegan atau dari kelumpuhan dan memotivasi untuk bertindak.
Kecerdasan emosional ini merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, dan juga kemampuan memotivasi diri-sendiri untuk selalu bertindak yang baik bahkan yang terbaik. Terbaik menurut diri sendiri dan juga terbaik menurut pandangan orang lain.
Salovy dan Mayer yang dikutip oleh Daniel Goleman lihat karya Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mnecapai Puncak Prestasi, Gramedia Pustaka Utama, 1999 mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan diri sendiri serta orang lain. Dengan demikian memang seseorang individu mau tidak mau, suka atau tidak suka wajib melihat dan menghargai perasaan orang lain, tidak hanya mementingkan perasaan diri sendiri.
Ketika orang lain sudah merasa terganggu dengan ulah atau tingkah laku Anda (misalnya), atau pula ketika orang lain sudah begitu tidak menyukai perbuatan negatif Anda maka Anda seharusnya sudi berkaca diri bahwa apa yang Anda seharusnya sudi berkaca diri bahwa apa yang Anda lakukan benar-benar "tidak selaras" dengan perasaan orang lain, yang jika sudah demikian maka jalan yang wajib ditempuh bagi Anda adalah merubah dengan semangat tingkah laku Anda.
Termasuk perihal kemalasan ini. Ketika Anda sudah tidak peduli dengan nasehat orang lain untuk bagkit dari kemalasan, ketika anda sudah begitu menyatu dengan jiwa kemalasan, ketika anda sudah begitu menyatu dengan jiwa kemalasan sehingga orang lain yang melihat begitu jengah (mean:bosan) dan ketika anda sudah berjalan selaras dengan kemalasan tanpa memperdulikan kepentingan orang-orang sekitar maka hal yang demikian itula kecerdasan emosi anda sudah begitu tipis. Kecerdasan emosi yang anda miliki benar-benar sudah mengarah ke darurat.
Anda tidak mampu untuk memotivasi diri Anda untuk keluar dari kubangan kemalasan. Anda merasa begitu sempurna bilamana melebur satu jiwa dengan kemalasan. Dan anda begitu lemah untuk memerdekakan diri dari serangan kemalasan. Wejangan-wejangan orang lain hanya dianggap permainan belaka. Berbagai kata bijak hanya dianggap kerikil-kerikil tajam yang mengganggu. Kesemua itulah merupakan tanda-tanda menipisnya kecerdasan emosi diri. Karenanya berhati-hatilah!
Adapun mengenai kecerdasan psikomotorik ini lebih menitik-beratkan kepada gerak dan tindakan. Suatu gerak atau tindakan dikatakan cerdas manakala tindakan tersebut tepat. TIdak melakukan penyimpangan. Atau tindakan yang wajar dan efisien.
Bilamana suatu tindakan tidak membawa pengaruh baik terhadap diri-sendiri dan malah cenderung menjerumuskan maka hal tersebut tidak bisa dikatakan cerdas.
Karena itulah berbagai hal yang mengarah kepada kemalasan suatu tindakan baik yang disengaja atau tidak dan intensitasnya berkelanjutan, tetap mengarah kepada kerusakan diri maka sudah sewajibnyalah tindakan berupa kemalasan harus segera disingkirkan. Harus diperjuangkan semaksimal mungkin agar diri terbebas dari belenggu kemalasan.
Dua dari sekian banyak karakteristik candu sayyiah. Memang banyak karakter-karakter lainnya, tetapi yang saya ambil hanyalah dua saja yang saya anggap paling crusial dan (paling) berbahaya.
Kemudian bagaimana dengan karakteristik dari candu hasanah (candu yang membawa kepada kebaikan) yang seyogyanya harus terus dikembangkan. Berikut ini adalah karakteristiknya :
2. Karakteristik candu yang beraliran hasanah
a. Membawa pada posisi diri membutuhkan
Artinya apa? segala candu yang baik tentunya akan senantiasa mengarahkan diri pada prestasi yang membanggakan. Akan membawa diri pada jalan kesuksesan. Misalnya candu membaca sehingga kalau tidak membaca sehari saja, sudah merasa benar-benar kehilangan atau candu menulis, entah itu menulis buku, novel, diary dan sebagainya sehingga manakala satu hari saja kehilangan waktu untuk menulis, dunia seakan-akan kiamat lebih dini kesemua hal tersebut lebih mencerminkan bahwa candu itu membawa diri seseorang ke arah pembutuhan. Baik pembutuhan ilmu, pembutuhan skill, dan pembutuhan-pembutuhan lainnya. Ciri khas dari pembutuhan ini adalah timbulnya rasa kesadaran diri, besarnya rasa memahami bahwa ilmu itu atau bahwa candu yang hasanah itu benar-benar sangat dibutuhkan oleh diri. Sehingga tanpa harus dipaksa-paksa, tanpa harus menggunakan amarah, diri-sendiri sudah melangkah menuju "penjemputan ilmu" melalui berbagai candu hasanah.
Saya memang sengaja tidak mengatakan bahwa candu hasanah itu lebih menghantarkan seseorang ke arah kewajiban atas apa yang dikerjakan. Tetapi lebih mengarah kepada pembutuhan atas apa yang dikerjakan. Hal ini disebabkan karena antara kewajiban dan pembutuhan itu derajatnya lebih tinggi pembutuhan.
Kalau dalam skala kewajiban seseorang itu masih banyak terdapat unsur keterpaksaan dalam menjalankan sesuatu. Bukan unsur kesadaran diri. Yang dijalankannya hayalah konsep gugur kewajiban, artinya jika suatu pekerjaan sudah dikerjakan maka gugurlah kewajiban. Namun seseorang tersebut tidak mau peduli untuk apa dan mengapa pekerjaan tersebut dilakukan.
Hal ini berbeda bilamana seseorang sudah menginjakkan kaki pada posisi membutuhkan sebagaimana yang telah saya paparkan di atas bahwa seorang tahu benar untuk apa pekerjaan tersebut dilakukan. Bhwa seseorang paham benar urgensi (pentingnya) sebuah ilmu. Jadi sekali lagi tidak ada unsur paksaan tetapi dekat kepada unsur kesadaran diri.
Karenanya bukan dikatakan candu hasanah manakala seseorang belum menghayati (hakikat) suatu konsep membutuhkan. Dan belum dikatakan candu hasanah manakala seseorang masih mengedepankan asas gugur kewajiban.
Dalam hal ini malas jelas bukan termasuk dalam ranah candu hasanah, karena tidak terdapat unsur membutuhkan. Tidak ada greget yang besar di dalam diri seseorang yang terkena penyakit malas ini untuk mensukseskan dirinya sendiri. Tidak ada rasa ingin bangkit menuju keberhasilan. Pada intinya seseorang yang terkena penyakit malas ini tidak merasa kalau dirinya butuh ilmu, butuh hal-hal yang positif-aktif. Karenanya yang demikian itu haruslah secepatnya dihindari.
b. Berkembang menuju arah kemajuan
Berkembang dalam artian selalu ada perubahan yang positif. Bukan perubahan yang negatif. Peningkatan-peningkatan yang mengarahkan diri pada titik kesuksesan diri. Dengan rasa membutuhkan ilmunya yang cukup tinggi sudah pasti keadaan diri individu akan mengembangkan potensi-potensi yang memang sudah ada ke arah positif bahkan lebih positif. Jika sudah demikian maka result (hasil) yang didapatkan adalah memetik buah "kemajuan" atas biji-biji kesungguhan yang selama ini ditanam.
Bagan Perihal
Bagaimana Menciptakan Candu Hasanah/Positif
Melihat bagan di atas ada 3 syarat dari sekian banyak syarat agar seseorang mengkonsumsi secara kontiunitas perihal candu positif/hasanah ini di antaranya adalah :
1. Sebagaimana saya paparkan di muka bahwa seseorang harus mengerti benar atau mendalami secara pebuh urgensi sebuah ilmu. Terutama ilmu-ilmu yang selaras dengan pengembangan potensi dirinya. Ketika seorang sudah mengerti benar, maka yang terjadi adalah kehausan yang sangat untuk selalu aktif mengkonsumsi candu hasanah. Karena dia tahu benar, hasil yang akan diraih manakala candu hasanah terkonsumsi dengan baik.
2. Syarat kedua adalah keberanian bertindak. Artinya, seseorang harus berani melangkah ke depan. Seseorang harus berani memaksakan diri untuk ikut terjun dalam ranah candu hasanah/positif. Mungkin pada awalnya memang sulit, apalagi yang sudah terbiasa mengkonsumsi candu sayyiah/negatif. Katakanlah, mereka yang sudah terbiasa hidup malas, maka akan sangat terasa sulit untuk bangkit dari kemalasan. Karenanya jalan yang harus ditempuh adalah keberanian bertindak. Yah, harus berani melawan kelemahan diri sendiri untuk meraih kemajuan. Karena suatu kemajuan atau kesuksesan hanya bisa diraih manakala berbagai kelemahan diri bisa terkalahkan dan tersingkirkan.
"keberanian salah suatu sifat yang dapat menolong dan memberikan semangat kerja secara terus-menerus lagi teratur untuk pelaksanaan dan pekerjaan. Dengan memiliki sifat itu, tidak mungkin akan mundur para pelaku yang merupakan inti tenaga dari setiap usaha yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian dapatlah kita mengerti betapa pentingnya rasa berani itu untuk dapatnya kita menghasilkan sesuatu karya yang besar kegunaan dan kemanfaatannya (Mustofa al-Ghalayain)
Kehilangan milik tak begitu penting, kehilangan kehormatan adalah celaka tetapi yang lebih celaka lagi ialah kehilangan keberanian (Johan Wolfang Von Geothe)
3. Syarat ketiga adalah kesadaran diri yang penuh. Yang sebenarnya, syarat ketiga ini sudah sedikit banyak disinggun di bagian depan. Seseorang harus menyadari bahwa dirinya tidak akan bisa sukses bilamana yang dikonsumsi itu adalah candu sayyiah/negatif. Kesadaran diri ini harus menancap baik di bibir (berupa ucapan) juga di dalam hati yakni kesadaran yang muncul benar-benar dari ke dalaman hati, dan kesadaran berupa tindakan ang mengarah ke jalan kebaikan. Sehingga dengan demikian kesadaran tidak hanya ada pada bibir saja, yang mana bila terjadi demikian maka kebohongan belakalah yang didapat.
Kesadaran diri yang baik adalah kesadaran yang merupakan perpaduan erat antara ucapan, keyakinan dari hati, dan tindakan. Bilamana ketiganya ini berkumpul menjadi satu membawa satu visi dan misi yakni menuju sebuah kesuksesan yang gemilang maka apa yang jadi harapan (ecpectasi) dan keinginan (resolusi) akan terwujudkan dengan baik. Kata bijak menyatakan :
Mengaku kekurangan diri adalah tangga buat kesempurnaan diri, berusaha terus mengisi kekurangan adalah keberanian luar biasa. Merasa cukup adalah alamat tidak cukup. (Luqman Hakim)
Demikianlah kiranya pemaparan perihal dua jenis candu yang sering kali menjadi makanan bagi banyak orang, meskipun kata orang di sini adalah tergantung model orangnya juga. Manakala model orangnya cuek terhadap diri sendiri, tidak peduli akan masa depannya sendiri atau istilahnya tidak mau tahu akan dirinya sendiri maka sudah barang tentu orang seperti ini akan cenderung memilih candu sayyiah. Karena candu inilah yang akan menghantarkan atau menjadi jembatan teristimewa menuju ketidak-pedulian diri sendiri.
Sedangkan bagi model orang yang senantiasa peduli terhadap diri sendiri, memahami akan kebutuhan sukses diri sendiri, dan mau tahu perihal urgensi sebuah masa depan yang gemilang, maka model orang seperti ini akan banting tulang memperjuangkan keberadaan dirinya agar mencapai apa yang seharusnya dirinya raih dan dapatkan. Dan jalan yang ditempuh adalah dengan mengembangkan candu hasanah serta menon-aktifkan candu sayyiah.
Nah, sekarang tinggal bagaimana Anda sendiri memilihnya. Anda akan memilik canduh hasanah sebagai wasilah menuju pintu gerbang kesuksesan diri yang itu berarti Anda adalah orang yang tahu diri atau Anda akan memilih candu sayyiah sebagai wasilah anda untuk menjauhkan diri dari pintu gerbang kesuksesan diri, yang itu berarti anda adalah orang yang kurang mengerti diri sendiri, yang seharusnya segera melakukan pembelajaran diri atau evaluasi diri agar nantinya menjadi orang yang tahu akan diri sendiri.
Ada dua mutiaran yang pas menyangkut perihal konsep tahu diri ini, yakni :
"Binalah dirimu menuju kemaslahatan dan menuju rasa
tahu diri sendiri, niscaya pasti orang lain akan berbuat
serupa itu kepadamu,
karena rasa tahu diri kamu."
"Jagalah dirimu sendiri dari cela (jauhkan dirimu dari sikap,
kata-kata, perlaku yang tak dianggap benar oleh hukum
dan akal yang sehat)"
Baca Selanjutnya Di bawah ini :
- Malas, "Racunnya" Keberhasilan
- Malas, "Penipu Ulung" bagi Diri Sendiri
- Malas Itu "Bom Waktu"
- Malas Itu " Penyakit Hati" yang Mematikan
- Malas itu "Candu"!
Nahh begitulah pembahasan kali ini yaitu Malas Itu "Candu"! yang Mematikan. Menarik bukan? Jika anda suka, share ke teman atau keluarga anda sehingga kita bisa saling mempelajari ilmu-ilmu terkait pembahasan pada artikel ini. Jika ada yang kurang dimengerti silahkan komentar dibawah yah😇😇😇
Jika anda ingin mencari atau melanjutkan pembahasan terkait Psikologi Kemalasan silahkan cek di link berikut : Klik Disini
Demikianlah artikel pembahasan materi yang berjudul Malas itu Candu | PK. Semoga bermanfaat bagi anda. Terima Kasih...
Sumber : Buku Panduan "Pengusir Kemalasan" dan "Pembangkit Motivasi-Diri" untuk kalangan Pelajar SMU/MA/SMK, Mahasiswa, Guru dan Dosen, Kaum Pesantren, Karyawan, Instansi Pemerintahan/Swasta dan Perusahaan. (Dr. Azam Syukur Rahmatullah, S.H.I., M.S.I., M.A.)
Posting Komentar untuk "Malas itu Candu | PK"
Posting Komentar