Demam Kemalasan, Sebuah Pembohongan Hati Nurani
Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani - Baiklah disini saya akan menjelaskan serta sharing kepada teman-teman dengan melanjutkan Pembahasan kemarin yaitu tentang Psikologi Kemalasan terkait Pembelajaran Motivasi Diri. Pada saat ini saya akan membahas tentang MENJADI "MANUSIA PEMALAS", SALAH SIAPA? pada bagian Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani. Langsung saja simak penjelasannya dibawah ini.
Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani
Hati adalah sebagai tanah, sedang keimanan adalah sebagai benih
yang ditanam di situ. Ketaatan adalah berjalan menurut arah dan
arusnya hati, serta yang disalurkan di situ. Adapun hati yang sudah
terjerumus dalam kelezatan duniawilah dan sudah berkecimpung
dalam segala kemaksiatannya, dapatlah diumpamakan sebagai
tanah yang tandus yang tidak mungkin lagi dapat ditanam benih,
sebab sudah tidak subur lagi untuk itu benih yang ditanam pasti
tidak akan pulang.
(Al-Ghazali)
Hati nurani adalah hati yang suci, yang tidak akan mungkin terkontaminasi oleh apapun. Hati nurani adalah hati yang bersih, yang selalu dan selalu membawa obor kebenaran dan mengeliminasi kepalsuan. Hati nurani adalah hati yang jujur, yang tidak akan pernah bisa disuap dengan harta sebanyak apapun. Dan hati nurani adalah hati yang "tidak pernah mati" untuk senantiasa membawa si empunya hati pada jalan kebenaran dan kebajikan, meski tidak bisa dipungkiri si empunya hati seringkali menolak dan berontak.
"Hati nurani adalah satu-satunya cermin yang bisa merayu dan membohong; kita bisa mencoba merusak dan menyuramkan sinarnya, namun ia tetap berbicara sebebas-bebasnya dan sekaligus menghukum kita." (Christine).
Idealnya, manakala seseorang mau dan mampu mengalahkan ego negatif-nya untuk lebih mendengarkan kata hati nurani maka besar kemungkinan tingkah laku seseorang akan lebih banyak dipengaruhi oleh kebajikan, sayangnya tidak semua orang mau dan mampu menyingkirkan jauh-jauh ego-negatifnya, sehingga yang terjadi kata hati alias hati nurani ter-eliminasi dengan tidak hormat. Dan berbagai perilaku-negatif pun dengan lapangnya terkonsumsi.
Salah satu perilaku negatif yang seharusnya tidak terkonsumsi adalah penyakit malas ini. Penyakit malas yang kebablasan ini tidak akan menjadi lebih besar manakala si empunya penyakit malas mau dan sudi merendahkan hati untuk mendengarkan kata hati nurani, yang mungkin di sana akan mengatakan : "Tinggalkan Kemalasan! atau segeralah bangkit dan keluar dari kungkungan kemalasan yang menjerumuskan atau pula tidak ada yang menarik dari sebuah kemalasan, karena semakin lama berada di dalam jeratannya maka akan semakin berbahaya!" Dan tentunya masih ada berbagai versi atau redaksi lainnya yang antara satu orang dengan orang lain akan berbeda.
Secara fisik, memang si empunya kemalasan akan berbuat sak geleme dhewe (read : semaunya sendiri), terlihat bebas lepas seakan-akan tanpa beban yang dalam, dan di benaknya tersampaikan sebuah kalimat "this is the real of paradise" : yah, inilah syurga yang sebenarnya; syurga yang membawa pada kebahagian (meskipun sejatinya adalah kebahagiaan yang salah kaprah).
Kebahagiaan ysng hakiki adlah kebahagiaan yang dihasilkan dari sebuah perjuangan yang positif. Kebahgiaan yang hakiki muncul karena sebuah sebab tidak tergodanya dari jalan yang lurus. Dan bisa disebut kebahagiaan yang hakiki manakala ada ridho illahi di sana, bukan ridho syaithoni.
Permasalah tentang "kebahagiaab karena kemalasan" ini jelas merupakan konsep kebahagiaan yang salah kaprah (sebagaimana saya sebut tadi di atas, karena datangnya dari sebuah ketidakbenaran, hadirnya dari sebuah deviasi atau penyimpangan yang bagi para pengikut atau pengabdinya tetap berpegang teguh bahwa ini sebuah kebahagiaan. Meskipun diyakini bahwa "mereka tidak bisa dan tidak akan sanggup membohongi hati nurani mereka sendiri" yang senantiasa melantunkan kebenaran.
Atau sebenarnya mereka tahu bahwa apa yang dikonsumsi adalah "kebahagiaan semu" dan "kebahagiaan yang tidak sempurna" tetapi mereka menolak untuk menyatakan kebenaran tersebut kata hati nurani. Kegengsian mereka jauh lebih besar untuk "sekedar meninggalkan kebahagiaan semu dan menyatakan secra fakta bahwa apa yang diikuti adalah salah."
Bila dilihat dari Tinjauan Psikologi Islam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 memang terdapat nafsu-nafsu yang melemahkan yang mengarahkan kepada kepribadian-negatif, seperti halnya :
Dari ketiga gambar di atas nafsu yang mengarahkan kepada "negatif self" adalah nafsu Ammarah yakni nafsu kedurjanaan, yang lebih banyak mengarahkan kepada "pembuatan dan pengkaburan hati nurani". Saya gambarkan pada diagram di atas paling besar di antara dua gambar lainnya, hal ini mengingat secara fakta "perbuatan penyimpangan" lebih banyak diadopsi dan dikonsumsi oleh khalayak umat manusia.
Nafsu kedua yang pada posisi "keseimbangan" (al-wasth) yakni nafsu lawwamah, Nafsu ini terkadang membenarkan tindakan negatif banun terkadang pula menyalahkan tindakan negatif. Ketika pada posisi membenarkan tindakan negatif maka perbuatan dosa akan dikonsumsi. Dan pada tahapan ini akal dan hati nurani disub-ordinasikan kedudukannya. Namun, bilamana posisi pada tahapan menyalahkan tindakan negatif maka yang terjadi adalah pengadopsian makanan-makanan rohani, utamanya adalah pengadopsian makanan-makanan rohani, utamanya adalah taubat ini. Pada posisi ini hati nurani dan akal mulai difungsikan kembali.
Sedangkan nafsu ketiga yakni nafsu muthmainnah, bukanlah termasuk nafsu yang mengarahkan kepada perbuatan dosa, namun sebaliknya nafsu ini lebih mengarahkan kepada "titik pertaubatan individu yang hakiki". Pada posisi ini seorang individu akan lebih nyaman dan aman manakala senantiasa mengedepankan pertaubatan diri kepada illahi dan memang inilah yang seharusnya dituju dan dicapai oleh manusia. Sayangnya, untuk menuju ke sana, dan karena itu pula saya gambarkan pada diagram di atas lebih kecil dari gambar nafsu-nafsu lainnya.
Dari ketiga jenis nafsu di atas manakala disinkronkan dengan konsep Dr. Sigmund Freud, Dr. Freud adalah neurolog asal Austria dan pendiri aliran Psikoanalisis dalam bidan Psikologi. Psikoanalasis adalah gerakan yang mempopulerkan teori bahwa motif tidak sadar mengendalikan sebagian besar perilaku. Freud tertarik pada hipnotis dan penggunannya untuk membantu penderita penyakit mental. Ia kemudian meninggalkan hipnotis untuk asosiasi bebas dan analisis mimpi guna mengembangkan sesuatu yang kini dikenal sebagai obat dengan berbicara. Hal-hal seperti ini menjadi unsur inti Psikoanalisis. Freud terutama tertarik pada kondisi yang dulu disebut "histeria" dan sekaran disebut "sindrom konversi" maka akan terlihat tiga kepribadian yang pada substansinya sama dengan tiga kepribadian (kepribadian ammarah, kepribadian lawwamah dan kepribadian muthmainnah). Tiga struktur mental atau psikis yang bisa menjadikan "kepribadian seseorang" yang dikedepankan Dr. Freud adalah : id, ego dan super ego.
Id, menurut Freud, berada dalam ketidaksadaran manusia, Id adalah dorongan-dorongan primitif, yaitu dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan. Dorongan ini ada dua yaitu dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan dan dorongan untuk mati. Bentuk dorongan hidup adalah dorongan seksual atau libido. Bentuk dorongan anti adalah agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang ingin menyerang orang lain, berkelahi, berperang atau marah. Prinsip yang dianut Id adalah prinsip kesenangan, yang bertujuan memuaskan semua dorongan primitif, dorongan hawa nafsu seksual, membunuh dan sebagainya.
Id, ini bisa disamakan dengan kepribadian Ammarah yakni kepribadian yang hanya mengedepankan kesenangan dan pendzaliman diri sendiri, yang tentu saja perbuatan dosalah yang banyak dikerjakan, tanpa memperdulikan diri sendiri dan orang lain. Dan tentu saja melalaikan apa kata hati nurani.
Sementara Super ego, menurut Freud, adalah sistem yang dientuk kebudayaan. Super ego berisi dorongan untuk berbuat kebajikan, dorongan untuk megikuti norma-norma masyarakat. Super ego selalu berusaha menekan dorongan-dorongan Id. Akibatnya akan selalu terjadi saling tekan antara dorongan Id dan dorongan Super ego. Kedua sistem yang saling tekan itu dijaga keseimbangannya oleh ego, sehingga tidak ada satupun yang sangat dominan, tidak boleh terjadi dorongan dari Id saja yang dimunculkan ke sadarannya, sebaliknya juga tidak semua dorongan super ego saja yang dipenuhi. Ego, menurut Freud adalah menjalankan prinsip kenyataan, yaitu menyesuaikan dorongan-dorongan Id dan Super ego dengan kenyataan dengan dunia luar. Ego yang lemah tidak mampu menjaga keseimbangan antara super ego dan Id. Kalau Ego terlalu dikuasai oleh dorongan Id saja, maka orang yang semaunya sendiri, tidak mau tahu dengan etika-etika yang berlaku umum dalam masyarakat. Seseorang di mana dorongan Id-nya dan dorongan Super ego-nya berada dalam kondisi berimbang, maka orang tersebut memiliki kemampan berfikir, kemampuan merasa dan berbuat secara normal.
Ego adalah pikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principle) yang memuaskan dorongan Id menurut cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Konsep ego ini bisa disamakan dengan Kepribadian Lawwamah yakni kepribadian di mana pertengahan antara baik dan buruk, yang keduanya saling tarik menarik. Demikian pula ego ini adalah berada pada pertengahan antara id dan super ego yang apabila Ego terlalu dikuasai oleh Id maka hasilnya adalah perbuatan buruk (negatif act) yang tentu saja berimbas pada perbuatan menyimpang, demikian pula sebaiknya bila ego dikuasai oleh super ego maka perbuatan yang dijalani adalah perbuatan baik (positif act) dan mengarah kepada kemuliaan diri. Adapun super ego ini bisa disamakan dengan kepribadian muthmainnah yakni kepribadian yang mengarahkan kepada etika, ketenangan dan moral, bukan mengarahkan kepada perbuatan no responsibility.
Bila melihat permasalahan kemalasan ini yang merupakan bentuk dari penafikan hati nurani maka bisa dikategorikan atau masuk dalam ranah Id atau nafsu ammarah, meski bila pula masuk dalam ranah ego atau nafsu lawwamah. Sebab selalu ada unsur perlawanan yang menang dari sisi kenegatifan-self untuk tidak berkreasi, berkreativitas dan berkarya.
Yang jadi permaslahan sekarang adalah bagaimana kaifiyat atau caranya agar hati nurani tidak terkontaminasi oleh pengaruh buruk dan bisa segera bangkt dari keterpurukan kemalasan ini, menurut Dr. M. Idris Abdus Shomad Makna Tazkiyah & Proses Pembersihan, Alumnus S1, S2 dan S3, Imam Su'ud University, Riyadh ada beberapa jalan agar hati nurani tetap bisa berfungsi dengan baik, sehingga penyakit malas tidak tersebut, atau bisa dijadikan protektif diri dari penyakit membahayakan tersebut, berikut adalah pemaparannya :
- Tidak ada siksaan yang lebih besar yang ditimpakan kepada seorang hamba selain hati yang keras dan jauh dari Allah.
- Neraka diciptakan untuk mencairkan hati yang keras.
- Hari yang paling jauh dengan Allah ialah hati yang keras.
- Jika hati menjadi keras, maka mata pun menjadi liar.
- Kekerasan hati bersumber dari empat perkara, yaitu selagi dilakukan hingga melebihi kebutuhan : Makan, tidur, berkata dan bergaul.
- Selagi badan sakit, maka tak ada manfaatnya makanan dan minuman. Begitu pula hati yang sakit karena syahwat, maka tidak ada gunanya nasihat dan peringatan.
- Siapa yang menginginkan agar hatinya bersih, maka hendaklah dia lebih mementingkan Allah daripada syahwatnya.
- Hati yang berkait dengan syahwat akan terhalang dari Allah, tergantung dari seberapa jauh ketertarikannya itu.
- Hati adalah bejana Allah di dunia. Andaikan manusia mengisinya dengan Allah dan hari akhirat, maka hati itu pun menjadi bening dengan makna-makna kalam Allah dan ayat-ayat-ya, lalu pemiliknya aka mendapatkan hikmah yang mengagumkan.
- Jika hati disuapi dengan dzikir, di-airi dengan tafakkur dan dibersihkan dari noda, pemiliknya tentu akan melihat berbagai macam keajaiban dan dia diberi ilham hikmah.
- Tidak setiap orag yang tampak memiliki ma'rifah dan hikmah adlah orang yang benar-benar memilikinya. Tapi orang yang memiliki ma'rifah dan hikmah adalah orang yang menghidupkan hatinya dengan cara membunuh hawa nafsu. Sedangkan orang hatinya dan menghidupkan hawa nafsu, maka ma'rifah dan hikmah akan menghindar dari lidahnya.
- Kehancuran hati karena merasa aman dan lalai, sedangkan kemakmurannya karena rasa takut dan dzikir.
- Jika hati menghindari hidangan dunia, maka ia aan duduk di hadapan hidangan akhirat bersama orang-orang yang menyeru kepada akhirat. Jika hati ridha terhadap hidangan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan hidangan akhirat.
- Kerinduan kepada Allah dan bersua dengan-Nya merupakan angin sepoi-sepoi yang berhembus di dalam hati, menjadikan dunia bersinar terang.
- Siapa yang meletakkan hatinya di sisi Allah, maka dia akan merasa tenang, dan siapa yang melepaskan hatinya di tengah manusia, maka dia akan gundah gulana.
- Cinta kepada Allah tidak akan masuk ke dalam hati yang mencintai dunia, kecuali seperti masuknya onta ke lubang jarum.
- Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan mengatur jiwanya, membuat hamba itu mencintai-Nya dan memurnikan ibadahnya, sehingga dia menyibukkan diri bagi Allah, menyibukkan lidahnya dengan dzikir dan menyibukkan anggota tubuhnya untuk pengabdian kepada-Nya.
- Hati bisa sakit sebagaimana badan yang juga bisa sakit. Penawar sakit hati adalah taubat dan menjaganya. Hati bisa suram sebagaimana cermin yang juga bisa suram. Untuk membersihkannya ialah dengan dzikir. Hati bisa telanjang sebagaimana badan yang juga bisa telanjang. Hiasannya adalah takwa. Hati bisa lapar dan dahaga seperti halnya bdan. Adapun makanan dan minuman hati adalah ma'rifah, cinta, tawakal, dan pasrah kepada Allah.
Dari uraian Dr. M. Idris, dapat saya ambil beberapan poin penting yang berhubungan dengan penjagaan hati nurani ini agar tetap bisa bekerja sesuai dengan tugasnya :
- Poin utama yang tidak boleh dimarginalkan adalah mau mengakui kekerasan hati diri sendiri. Memang tidak banyak manusia yang mau mengakui bahwa dirinya terkena penyakit keras hati. Sebagiannya, gengsi mengakui kekurangan yang satu ini, mereka selalu menganggap bahwa dirinya tidak apa-apa, sehat dan baik-baik saja. Padahal sikap dan tingkah laku mereka menujukkan dengan jelas kerasnya hati mereka. Manakala seseorang enggan jujur atas penyakit ini, imbasnya adalah muncul penyakit-penyakit baru lainnya, yang jelas akan berpengaruh-negatif atas kelangsungan hidupnya ke depan. Salah satunya saja, penyakit malas ini, seseorang yang punya jiwa atau hati keras dan tidak mengakuinya, akan berasumsi bahwa dirinya tidak malas, bahwa dirinya baik-baik saja dan sebagainya. Berbagai nasehat dan masukan terpental tidak berpengaruh sama sekali. Sekali lagi ini akibat dari tidak mau mengakui bahwa dirinya punya penyakit keras hati akan masukan-masukan atau nasehat-nasehat mulia. Berbeda bila seseorang mau mengakui keras hatinya, maka akan semakin mudah mengobati penyakit tersebut , sehingga ada harapan besar penyakit-penyakit lainnya bisa terobati pula.
- Untuk menjauhkan diri dari pengkotoran hati nurani adalah dengan menjauhkan diri dari syahwat yang tidak sah penyalurannya. Dan menggantinya dengan kusungguh-sungguhan terhadap illahirabbi.
- Memperbanyak mengingat Allah tanpa adanya tedeng aling-aling, tanpa keraguan dalam diri, dan yang pasti adalah keikhlaskan yang tiada akhir.
Baca Selanjutnya Di bawah ini :
- Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani
Nahh begitulah pembahasan kali ini yaitu Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani Menarik bukan? Jika anda suka, share ke teman atau keluarga anda sehingga kita bisa saling mempelajari ilmu-ilmu terkait pembahasan pada artikel ini. Jika ada yang kurang dimengerti silahkan komentar dibawah yah😇😇😇
Jika anda ingin mencari atau melanjutkan pembahasan terkait Psikologi Kemalasan silahkan cek di link berikut : Klik Disini
Demikianlah artikel pembahasan materi yang berjudul Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani. Semoga bermanfaat bagi anda. Terima Kasih...
Sumber : Buku Panduan "Pengusir Kemalasan" dan "Pembangkit Motivasi-Diri" untuk kalangan Pelajar SMU/MA/SMK, Mahasiswa, Guru dan Dosen, Kaum Pesantren, Karyawan, Instansi Pemerintahan/Swasta dan Perusahaan. (Dr. Azam Syukur Rahmatullah, S.H.I., M.S.I., M.A.)
Posting Komentar untuk "Demam Kemalasan, Sebuah Pembohongan Hati Nurani"
Posting Komentar