Malas, Sebuah Pilihan yang Keliru | PK
Malas : Sebuah Pilihan yang Keliru | PK - Baiklah disini saya akan menjelaskan serta sharing kepada teman-teman dengan melanjutkan Pembahasan kemarin yaitu tentang Psikologi Kemalasan terkait Pembelajaran Motivasi Diri. Pada saat ini saya akan membahas tentang MENJADI "MANUSIA PEMALAS", SALAH SIAPA? pada bagian Malas : Sebuah Pilihan yang Keliru. Langsung saja simak penjelasannya dibawah ini.
Malas : Sebuah Pilihan yang Keliru
Yang paling penting dalam hidup ini bukanlah menikmati
keruntungan yang telah anda peroleh, sebab orang bodoh pun bisa
melakukanya. Yang benar-benar paling penting ialah bagaimana
caranya mengambil keuntungan dari kerugian anda. Untuk itu
diperlukan kecerdasan. Dan kecerdasan inilah yang paling penting
sebab membedakan antara orang yang cerdas dengan orang yang dungu.
(Wiliam Balito)
Kalau ada yang mengatakan bahwa "saya malas itu memang sudah dari sananya, sudah ditentukan oleh sang Maha Kholiq, jadi mengapa harus diupayakan untuk membebaskannya?" atau ada yang mengatakan "saya malas, itu kan sudah merupakan fitrah manusia, jadi mengapa harus diributkan dan dipersoalkan, dan saya pikir tidak perlu terlalu membabi buta untuk membebaskan fitrah manusia berupa malas ini".
Demikianlah beberapa ungkapan dari khalayak tentang malas ini, yang kebanyakan mereka memandang bahwa berbicara tentang malas berarti berbicara tentang fitrah manusia, yang memang dari sananya sudah diberikan oleh Allah kebiasaan yang buruk, jadi malas adalah suatu kewajaran meskipun malasnya adalah malas yang kebablasan.
Saya sendiri sebagai penulis melihat adanya "konsep keliru" pandangan keliru tentang memandang "fitrah" ini. Kedagkalan akan konsep fitrah ini menjadikan seseorang enggan berjuang melawan dirinya sendiri dari berbagai kelemahan yang ada. Enggan menghancurkan berbagai kenegatifan sikap dan perilaku yang selama ini tersandang dalam diri.
Fitrah manusia memang ada di antara dua jalan persimpangan yakni diberikan jalan kemuliaan (kebaikan) dan jalan keburukan (kejahatan). Artinya sejak dini manusia memang sudah diberikan kebebasan untuk memilih, namun bukan berarti yang kemudian mereka berada pada persimpangan keburukan tidak diwajibkan untuk berusaha beralih jakur menuju kebaikan, sehingga mereka ayem adem tetap dalam jalur kefakhisahan (kejelekan), sama sekali bukan begitu! Mereka tetap dalam posisi "wajib berusaha dan berusaha" untuk kembali ke fitrah yang baik.
Dalam buku Psikologi Islami; Agenda Menuju Aksi karya dari Fuad Nashori disebutkan bahwa :
"Walaupun dalam perkembangannya manusia memiliki kemungkinan menjadi makhluk yang berwatak dan berperilaku buruk, namun ia tidak pernah kehilangan sifat asalnya, fitrahnya. Manusia sejahat apapun, seburuk apapun perilakunya, dimungkinkan dan diwajibkan untuk berusaha kembali kepada kesucian, kebaikam dan kebenaran yang hakiki."
Jadi tidak ada istilah pasrah marang kehendak illahi, "yah... Allah kan sudah memberikan jalan hidup keburukan dan ketidakbertanggungjawaban diri, begini yah... diterima saja, mengapa harus berususah-payah untuk memperjuang-kan diri berubah ke arah kebaikan."
Seseorang itu nmemang harus memilih mana yang dianggapnya terbaik untuk dirinya. Kalau malas merupakan hal terbaik untuknya meski menurut akal yang sehat, bukanlah sesuatu yang baik yah... mungkin seseorang tersebut akan memilih malas sebagai pasangan hidupnya alias pendapingnya. Tetapi bagi seseorang yang sehat hati nurani dan akal jernihnya tentulah akan memilih pendamping hidupnya berupa jihad diri menuju pintu kesuksesan dan yang jelas untuk menuju ke sana bukanlah kemalasan sebagai pendampingnya.
Menurut Ubaydilah, AN (2003) idealnya, ada tiga perangkat penting (urgent) yang harus dipunyai oleh seseorang agar tidak salah sassarang dalam menentukan pilihannya, apalagi yang berhubungan dengan masalah pilihan malas ini, yakni :
1. Perangkat berupa perasaan (Emotional)
Perasaan adalah perangkat "internal" untuk merasakan impuls atau stimulus (godaan dan tawaran) yang dapat membedakan bad dan good. Dengan perasaan ini pulalah seseorang bisa merasakan secara langsung mana tindakan yang membawa pada kemaslahatan diri dan mana tindakan yang membawa pada kerusakan diri. Idealnya, ketika seseorang sudah merasakan bahwa tindakan yang dipilih adalah tindakan yang hanya mengobral janji dan mengobral angan-angan belaka maka seharusnya seseorang tersebut segera melepaskan diri dari jeratan. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua orang akan dengan rela melepaskan jeratan, hal ini disebabkan karena pengaruh negatif yang sudah sedemikian merajai diri dan begitu mendominasi diri. Sehingga perasaan yang positif-pun benar-benar tertutupi oleh perasaan yang negatif.
Karena itulah agar tidak salah langkah maka hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah mengasah perasaan positif.
2. Perangkat berupa hati
Hati berfungsi untuk memaknai kebenaran hukum alam yang sudah diformalkan atau yang belum. Meskipun manusia besa meng-elaborasi kebenaran menjadi sekian bentuk sesuai kepentingan masing-masing, tetapi hatilah yang akan berbicara dengan suara "hati kecil". Di dalam hati itu sendiri akan sering kali terjadi "peperangan", karena pada hakikatnya hati itu memang ada dua sisi yang saling kontradiksi sampai kapanpun. Sehingga wajar bila keduanya akan saling tarik-ulur menuju titik yang diinginkan hati, yang kesemuanya tergantung kualitas kepribadian dari si empunya hati.
Dua sisi yang saling kontradiksi tersebut dapat dilihat dari hati yang mati dan hati yang hidup. Jika hati jatuh ke dalam pengendalian nafsdan sifat-sifatnya yang buruk maka hati menjadi mati. Sedangkan jika hati terisi dengan sifat-sifat spiritual dan kemanusiaan maka hati akan hidup dan seseorang yang memiliki hati demikian disebut shabib al-qalb (yang memiliki hati) atau dikenal sebagai orang yang berhati (ahl al-qalb). (Javad Nurbakhsy, 2000 : 145)
Kedua hati di atas benar-benar akan saling memperebutkan. Hal ini bisa dilihat, manakala seseorang mengalami kemalasan diri, maka hati yang mati akan berupaya semaksimal mungkin (akan tetap) mempertahankan dan mengajak seseorang tersebut ke dalam ranah kemalasan dan tidak bergeming sama sekali bahkan malas sifatnya cenderung semakin parah. Berbeda dengan hati yang hidup atau sehat maka dengan segala daya upaya ingin menarik seseorang tersebut agar kembali kemuliaan diri dengan cara melepaskan dari ikatan kemalasan.
Keadaan di atas itulah yang dinamakan fluktuasi, di mana kebanyakan hati manusia berada ddalam keadaan fultuasi antara hati yang mati dan hati yang hidup, walaupun sebagian besar lebih cenderung ke arah hati yang mati, sementara hanya sedikit jumlahnya yang cenderung ke arah hati yang hidup.
Karena itulah untuk menuju pada titik kesuksesan diri maka hendaklah tetap berupaya menghidupkan hati, tidak sekalipun lalai dari penghidupan hati. Dengan penghidupan hati maka adanya keyakinan bahwa penyakit kemalasan akan mampu disirnakan dari raga.
3. Perangkat berupa akal
Akal berfungsi untuk menalar antara materi yang tepat (correct) dan yang tidak tepat (incorrect). Akal memiliki banyak penglihatan sehingga dikatakan "the window", pintu "exit-permit" yang bisa menyumbangkan muatan perasaan atau keyakinan. Tugas akal salah satunya adalah berfikir yang kemudian dari hasil berfikir ini adalah menentukan langkah. Ketika akal berfungsi dengan baik, tentunya akan terjadi keselarasan yang harmonis antara apa yang ada di dalam pikiran (positif) dengan etika yang ada dan selaras dengan perbuatan.
Contohnya saja, menurut akal bahwa malas bukanlah suatu perbuatan yang pantas untuk dipertahankan, maka dalam aplikasi perbuatannya pun adanya upaya dan usaha untuk meninggalkan malas semaksimal mungkin.
Untuk mendapat akal yang berfungsi untuk berpikir yang baik sehingga nantinya dengan akal tersebut bisa menentramkan, bisa memilih dengan tepat mana tindakan yang harus diambil dan mana tindakan yang harus disingkarkan maka yang harus dilakukan adalah "memberikan pendidikan untuk akal" istilah lainnya adalah "akal harus disekolahkan". Dengan pendidikan untuk akal atau dengan disekolahkannya akal maka diharapkan seseorang tidak salah pilih dalam menentukan langkah, termasuk salah memilih kemalasan sebagai idol.
Yang jadi pertanyaannya sekarang, Apa dan bagaimana pendidikan atau sekolah untuk akal ini? Pendidikan untuk akal adalah suatu sarana yang menjadikan akal tetap berkembang positif atau tidak mematikan kreativitas akal untuk berfikir yang nantinya mengarah kepada hasil positif. Dan ketika harus tersandung pada segmentasi negative-job atau negative-act maka akal segera berubah halauan ke arah yang baik.
Idealnya, seseorang memang harus terus mendidik akal agar tetap pada jalur yang syar'i atau tetap pada rel yang sesuai hukum yang berlaku, sehingga tidak banyak penypenyimpangan yang dilakukan, karena penyimpangan-penyimpangan tersebut akibat dari hati dan akal yang tidak sehat alias sakit.
Ketika akal tidak dididik atau disekolahkan dengan baik maka sindiran Raden Ngabehi Ronggowarsito tentang pertanda zaman suatu sindiran yang bersumber dari Kitab Asrar karya Sunan Giri Perapen dan Kitab Musarar karya Pangeran Wijil I Kadilangu Demak benar-benar terbukti : (Umar Hasyim, Apakah Ramalan Jayabaya itu karya Prabu Jayabaya Kediri?, Bina Ilmu, Surabaya, 1983, hal 38-40)
"Manusia padha nyalah, ora ngindahake hukum Allah"
"Barang jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci"
(Arti bait pertama : Manusia itu sangat senang menyegaja diri untuk berbuat salah, untuk berbuat hal-hal yang tidak dibenarkan, dan untuk berbuat hal-hal yang sebenarnya merugikan sehingga mereka tidak mengindahkan apakah itu direstui Allah atau tidak, apakah perbuatan tersebut diridhoi Allah atau tidak dan apakah perbuatan tersebut selaras dengan hukum Allah atau tidak, mereka tidak peduli).
(Arti bait kedua : Orang yang berperilaku jahat, yang berperilaku "nyeleneh", dan berperilaku "ora benar" disanjung, dipuji, diangkat-angkat, ditiru dan dijadikan idola sedangkan perkara yang bersih, yang jelas-jelas nantinya akan membawa kemaslahatan justru malah ditinggalkan, dibenci dan dihinakan)
Kedua bait di atas seharusnya mampu menyindir dan orang-orang yang lemah seharusnya pun mampu tersindir oleh pinutur dari Raden Ngabehi Ronggowarsito. Terutama mereka-mereka yang mempunyai demam "kemalasan ringan, sedang maupun akut". Sesuatu yang seharusnya tidak diangkat, tidak ditiru, tidak diunggul-unggulkan, tidak dipuja dan puji pun pula tidak dihormati.
Seharusnya sebagaimana pinutur Ronggowarsito manusia itu lebih mulia jika menyukai perkara-perkara yang baik, yang suci dan yang bersih. Bukan malah disingkirkan. Hidup yang bersemangat, penuh dedikasi tinggi, memiliki visi dan misi hidup yang jelas, terarah, serta berdaya kreativitas tinggi, yang kesemua itulah perkara-perkara suci sehingga yang demikian akan menghancurkan kemalasan diri. Dan inilah pilihan yang sejati dan bisa dibenarkan, tidak dipersalahkan.
Nah, terus bagaimana dengan Anda? apakah Anda cukup tersindir dengan pinutur Ronggo Warsito, jika iya, itu artinya Anda masih "memiliki kepekaan hati dan kelembutan hati" dan masih mau berintropeksi diri bahwa diri Anda memang salah dan telah menempuh jalan salah, lain halnya jika Anda tidak merasa tersindir, itu berarti Anda kurang peka terhadap diri sendiri dan pastinya Anda adalah orang yang "minim intropeksi diri". Dan yang demikian hanya akan memperlambat Anda menuju yang terdepan dalam hidup Anda. Karenanya yuk, sama-sama belajar untuk menelaah pesan dari Ronggo Warsito tadi, supaya lebih banyak hikmah yang kita dapatkan, demi masa depan yang cemerlang!
Baca Selanjutnya Di bawah ini :
- Malas : Sebuah Pilihan yang Keliru
- Demam Kemalasan; Sebuah Pembohongan Hati Nurani
Nahh begitulah pembahasan kali ini yaitu Malas : Sebuah Pilihan yang Keliru Menarik bukan? Jika anda suka, share ke teman atau keluarga anda sehingga kita bisa saling mempelajari ilmu-ilmu terkait pembahasan pada artikel ini. Jika ada yang kurang dimengerti silahkan komentar dibawah yah😇😇😇
Jika anda ingin mencari atau melanjutkan pembahasan terkait Psikologi Kemalasan silahkan cek di link berikut : Klik Disini
Demikianlah artikel pembahasan materi yang berjudul Malas : Sebuah Pilihan yang Keliru | PK. Semoga bermanfaat bagi anda. Terima Kasih...
Sumber : Buku Panduan "Pengusir Kemalasan" dan "Pembangkit Motivasi-Diri" untuk kalangan Pelajar SMU/MA/SMK, Mahasiswa, Guru dan Dosen, Kaum Pesantren, Karyawan, Instansi Pemerintahan/Swasta dan Perusahaan. (Dr. Azam Syukur Rahmatullah, S.H.I., M.S.I., M.A.)
Posting Komentar untuk "Malas, Sebuah Pilihan yang Keliru | PK"
Posting Komentar